Beranda | Artikel
Wajib Hukumnya Menyamakan Giliran Di Antara Isteri-Isteri
Selasa, 16 November 2021

BAB III
POLIGAMI

Pasal 3
Masa Tinggal Suami di Sisi Isteri yang Masih Gadis dan yang Janda Setelah pernikahan
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dari hadits Anas Radhiyallahu anhu, ia berkata:

مِنَ السُّنَّةِ إِذَا تَزَوَّجَ الرَّجُلُ الْبِكْرَ عَلَى الثَّيِّبِ أَقَامَ عِنْدَهَا سَبْعًا وَقَسَمَ وَإِذَا تَزَوَّجَ الثَّيِّبَ عَلَى الْبِكْرِ أَقَامَ عِنْدَهَا ثَلاَثًا ثُمَّ قَسَمَ قَالَ أَبُو قِلاَبَةَ: وَلَوْ شِئْتُ لَقُلْتُ إِنَّ أَنَسًا رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Termasuk sunnah jika seorang suami menikahi seorang gadis untuk tinggal di sisinya selama tujuh hari, kemudian menggilir. Dan jika dia menikahi janda, maka hendaklah dia tinggal bersamanya selama tiga hari, kemudian mengadakan giliran.” Abu Qilabah mengatakan, “Jika aku mau, maka dapat aku katakan, ‘Bahwa Anas telah memarfu’kan (mengangkat) hadits ini kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’”

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anha bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menikahi Ummu Salamah, menetap di sisinya selama tiga hari seraya berkata:

إِنَّهُ لَيْسَ بِكِ عَلَى أَهْلِكِ هَوَانٌ إِنْ شِئْتِ سَبَّعْتُ لَكِ وَإِنْ سَبَّعْتُ لَكِ سَبَّعْتُ لِنِسَائِي

Sesungguhnya bukan suatu hal yang mudah bagimu atas keluargamu. Jika mau, aku akan menetap tujuh hari untukmu dan jika aku menetap tujuh hari untukmu, maka aku harus menetap tujuh hari untuk isteri-isteriku (yang lain).” [HR. Muslim].

Pasal 4
Wajib Hukumnya Menyamakan Giliran Di Antara Isteri-Isteri yang Dimiliki
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ 

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” [. An-Nisaa’/4: 3]

Allah Ta’ala berfirman:

فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا

Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” [An-Nisaa’/4: 135]

Dia juga berfirman:

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al-Maa-idah/5: 8]

Selain itu, Allah Ta’ala juga berfirman:

فَلَا تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَا كَالْمُعَلَّقَةِ

Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” [An-Nisaa’/4: 129]

Dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata:

كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعُ نِسْوَةٍ، فَكَانَ إِذَا قَسَمَ بَيْنَهُنَّ لاَ يَنْتَهِي إِلَى الْمَرْأَةِ اْلأُوْلَى إِلاَّ فِي تِسْعٍ، فَكُنَّ يَجْتَمِعْنَ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي بَيْتِ الَّتِي يَأْتِيهَا، فَكَانَ فِي بَيْتِ عَائِشَةَ، فَجَاءَتْ زَيْنَبُ فَمَدَّ يَدَهُ إِلَيْهَا، فَقَالَتْ: هَذِهِ زَيْنَبُ، فَكَفَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ فَتَقَاوَلَتَا حَتَّى اسْتَخَبَتَا وَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ، فَمَرَّ أَبُو بَكْرٍ عَلَى ذَلِكَ فَسَمِعَ أَصْوَاتَهُمَا، فَقَالَ: اُخْرُجْ يَا رَسُولَ اللهِ إِلَى الصَّلاَةِ وَاحْثُ فِي أَفْوَاهِهِنَّ التُّرَابَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ عَائِشَةُ: اَلآنَ يَقْضِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ فَيَجِيءُ أَبُو بَكْرٍ فَيَفْعَلُ بِي وَيَفْعَلُ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ أَتَاهَا أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَهَا قَوْلاً شَدِيدًا وَقَالَ: أَتَصْنَعِينَ هَذَا.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sembilan orang isteri. Dimana jika beliau membagi giliran di antara mereka, tidak akan berakhir sampai isteri pertama, kecuali pada yang kesembilan. Mereka semua berkumpul pada setiap malam di rumah isteri yang beliau datangi. Pernah beliau berada di rumah ‘Aisyah, tiba-tiba Zainab datang, lalu beliau mengulurkan tangan beliau kepadanya, maka Zainab berkata, ‘Ini Zainab.’ Kemudian Nabi menarik tangan beliau (tidak jadi menarik tangan Zainab).” Lalu keduanya (‘Aisyah dan Zainab) saling berbicara sampai saling merendahkan suara dan iqamat shalat pun dikumandangkan. Lalu Abu Bakar lewat sehingga mendengar suara keduanya, maka Abu Bakar berkata, ‘Mari pergi menunaikan shalat, wahai Rasulullah. Dan sumpalkan tanah ke mulut mereka.” Anas berkata, “Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, maka ‘Aisyah berkata, ‘Sekarang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menunaikan shalatnya. Lalu Abu Bakar datang dan melakukan apa yang beliau lakukan terhadapku.’ Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai menunaikan shalatnya, Abu Bakar mendatanginya seraya mengatakan kata-kata keras kepadanya seraya berucap, ‘Apakah pantas kamu lakukan hal seperti ini?’” [HR. Muslim].

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ سَفَرًا أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ فَأَيَّتُهُنَّ خَرَجَ سَهْمُهَا خَرَجَ بِهَا مَعَهُ، وَكَانَ يَقْسِمُ لِكُلِّ امْرَأَةٍ مِنْهُنَّ يَوْمَهَا وَلَيْلَتَهَا، غَيْرَ أَنَّ سَوْدَةَ بِنْتَ زَمْعَةَ وَهَبَتْ يَوْمَهَا وَلَيْلَتَهَا لِعَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبْتَغِي بِذَلِكَ رِضَا رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Biasanya, jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak melakukan suatu perjalanan, maka beliau mengadakan undian di antara isteri-isteri beliau. Siapa di antara mereka yang mendapatkan undian itu, maka beliau akan keluar bersamanya. Dan beliau biasa membagi untuk setiap isteri-isteri beliau hari dan malamnya, hanya saja Saudah binti Zam’ah telah memberikan hari dan malamnya kepada ‘Aisyah, isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harapan mendapatkan keridhaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [HR. Al-Bukhari].

Pasal 5
Di antaranya Beliau juga Memberikan Giliran kepada Isteri yang Sakit, yang sedang Haid dan yang Lainnya
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata:

كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا فَأَرَادَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبَاشِرَهَا، أَمَرَهَا أَنْ تَتَّزِرَ فِي فَوْرِ حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا قَالَتْ وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْلِكُ إِرْبَهُ؟!

“Jika salah seorang di antara kami haid, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak bercumbu dengannya, maka beliau menyuruhnya untuk mengencangkan kain di sekitar tempat haidnya kemudian bercumbu dengannya.” ‘Aisyah berkata, “Siapakah di antara kalian yang mampu mengendalikan nafsunya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu menahan nafsunya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/44695-wajib-hukumnya-menyamakan-giliran-di-antara-isteri-isteri.html